JAKARTA - Pasar saham Asia memulai perdagangan dengan sentimen positif, seiring dengan penguatan bursa Wall Street.
Kenaikan ini terjadi meskipun pemerintah Amerika Serikat masih menghadapi kondisi shutdown yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian. Investor di kawasan Asia-Pasifik terlihat lebih fokus pada tren global ketimbang kekhawatiran jangka pendek.
Secara historis, penutupan sementara pemerintahan Amerika memang jarang memberi pengaruh signifikan terhadap arah pasar saham dunia.
Momentum optimisme ini membuat sejumlah indeks regional bergerak naik, sementara sebagian lain cenderung stabil di tengah libur perdagangan di beberapa negara. Hal tersebut memperlihatkan kepercayaan pelaku pasar terhadap ketahanan ekonomi kawasan.
Pergerakan Indeks di Asia-Pasifik
Di Jepang, bursa saham mencatat kenaikan dengan indeks Nikkei 225 yang naik 0,42%. Indeks Topix juga menguat sebesar 0,35% pada awal perdagangan, didukung oleh optimisme investor meski data ketenagakerjaan menunjukkan sedikit kenaikan angka pengangguran.
Tingkat pengangguran Jepang pada September mencapai 2,6%, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 2,4%, sekaligus meningkat dari bulan Agustus yang berada di 2,3%. Meski demikian, pasar tetap tenang karena masih menilai angka ini dalam kondisi terkendali.
Sementara itu, pasar Australia justru bergerak melemah. Indeks S&P/ASX 200 tercatat turun tipis 0,17%, dipengaruhi oleh tekanan sektor komoditas. Di sisi lain, pasar saham China dan Korea Selatan ditutup karena libur nasional sehingga pergerakan regional tidak sepenuhnya merata.
Dukungan dari Wall Street
Sentimen positif bursa Asia tidak terlepas dari capaian Wall Street yang mencetak rekor baru. Indeks S&P 500 naik tipis 0,06%, sementara Dow Jones bertambah hampir 0,2% atau 78 poin. Nasdaq Composite juga mengalami kenaikan 0,4% yang dipimpin oleh saham teknologi.
Saham Nvidia mencatat kenaikan 0,9% hingga menembus level tertinggi sepanjang masa. Penguatan ini turut mendorong saham semikonduktor lain, seperti Intel dan AMD, yang masing-masing menguat lebih dari 3%. Sektor teknologi menjadi motor penggerak utama bursa Amerika.
Meskipun ada ketidakpastian dari kondisi pemerintahan, investor tampak lebih fokus pada peluang pertumbuhan. Aksi beli di saham-saham unggulan memberikan sinyal bahwa pasar masih percaya terhadap prospek jangka panjang.
Dampak Shutdown dan Prospek Ke Depan
Shutdown yang tengah berlangsung di Amerika Serikat membuat Departemen Tenaga Kerja menunda sejumlah agenda, termasuk publikasi data tenaga kerja nonfarm payrolls untuk September.
Penundaan ini berpotensi mengurangi tekanan terhadap pasar karena The Fed memiliki lebih sedikit data sebagai bahan pertimbangan suku bunga. Situasi ini memberi waktu bagi pelaku pasar untuk menilai arah kebijakan moneter tanpa beban data ekonomi yang terlalu ketat.
Dengan begitu, volatilitas jangka pendek dapat berkurang dan memberikan ruang stabilitas bagi bursa. Ke depan, investor akan tetap mencermati perkembangan kebijakan di Amerika sekaligus menunggu rilis data dari Jepang, termasuk indeks manajer pembelian manufaktur.
Hasil indikator ini akan menjadi salah satu kunci dalam melihat prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia.