Minyak

Minyak Dunia Melemah, Pasar Global Cermati Arah Kebijakan OPEC+

Minyak Dunia Melemah, Pasar Global Cermati Arah Kebijakan OPEC+
Minyak Dunia Melemah, Pasar Global Cermati Arah Kebijakan OPEC+

JAKARTA - Pasar minyak internasional kembali bergejolak setelah harga minyak mencatat pelemahan beruntun selama tiga hari dan jatuh ke level terendah dalam 16 pekan terakhir.

Pergerakan ini memunculkan kekhawatiran baru mengenai arah perekonomian dunia. Sentimen negatif muncul terutama akibat shutdown pemerintah Amerika Serikat yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

Selain itu, ekspektasi pasar terhadap rencana OPEC+ untuk menambah pasokan minyak bulan depan juga menambah tekanan pada harga. Situasi tersebut membuat harga minyak Brent turun menjadi 65,35 dolar AS per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi menjadi 61,78 dolar AS per barel.

Kedua level harga tersebut merupakan posisi penutupan terendah dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini juga berdampak pada harga bensin berjangka di pasar Amerika Serikat, yang tercatat berada di posisi terendah hampir dalam satu tahun terakhir.

Tekanan terhadap sektor energi kian menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas pasokan dan permintaan global.

Dampak pada Produsen Minyak

Gejolak harga minyak internasional memberikan efek signifikan terhadap produsen, khususnya perusahaan minyak asal Amerika Serikat. CEO Diamondback Energy menekankan, apabila harga minyak bertahan di kisaran 60 dolar per barel, maka potensi pertumbuhan produksi domestik bisa terhenti.

Alasannya, semakin sedikit titik pengeboran yang ekonomis di level harga tersebut. Peringatan ini menggambarkan bahwa harga minyak dunia bukan hanya memengaruhi perdagangan global, tetapi juga strategi produksi energi negara produsen.

Situasi yang menekan keuntungan perusahaan dapat berdampak pada keberlanjutan eksplorasi, sekaligus memengaruhi keseimbangan pasokan energi jangka panjang. Analis dari Rystad Energy, Janiv Shah, memprediksi bahwa OPEC+ kemungkinan kembali menambah produksi sekitar 500 ribu barel per hari pada November.

Hal ini mengikuti tren sebelumnya, di mana produksi ditingkatkan pada bulan September. Tiga sumber terpisah juga menyebutkan kemungkinan OPEC+ menyepakati kenaikan produksi hingga 500 ribu barel per hari.

Langkah tersebut diyakini sebagai strategi Arab Saudi untuk memperbesar kembali pangsa pasar minyaknya di tengah ketatnya persaingan energi global.

Kebijakan OPEC+ dan Faktor Persediaan

Meski muncul prediksi kenaikan produksi, OPEC melalui pernyataan resminya menegaskan bahwa laporan terkait rencana tambahan 500 ribu barel per hari adalah menyesatkan.

Dalam pertemuan panel teknis, organisasi ini menekankan pentingnya kepatuhan penuh terhadap kesepakatan pemangkasan produksi yang telah disepakati. Penegasan tersebut termasuk meminta komitmen dari anggota yang sebelumnya melebihi kuota agar melakukan tambahan pengurangan produksi.

Langkah ini penting untuk menjaga keseimbangan pasar di tengah dinamika harga yang fluktuatif. Selain faktor kebijakan, laporan persediaan minyak mentah Amerika Serikat juga memberi tekanan pada harga.

Data Badan Informasi Energi AS menunjukkan peningkatan stok sebesar 1,8 juta barel dalam sepekan terakhir, lebih besar dari ekspektasi 1 juta barel. Padahal sehari sebelumnya, laporan API justru mencatat penurunan persediaan sebesar 3,7 juta barel.

“Stok minyak naik seiring ekspor yang melambat. Hal ini bisa menjadi sinyal lemahnya permintaan,” ujar Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group. Menurutnya, kondisi ini semakin diperburuk oleh shutdown pemerintah AS yang diperkirakan akan memperlambat kinerja ekonomi negara tersebut.

Faktor Global dan Situasi Kawasan

Shutdown pemerintah AS resmi dimulai setelah kebuntuan politik di Kongres menghentikan tercapainya kesepakatan anggaran. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran tambahan, termasuk potensi penghentian publikasi data penting seperti laporan ketenagakerjaan bulanan.

Gedung Putih juga memperingatkan adanya risiko pemutusan kerja massal pegawai federal, meski Wakil Presiden JD Vance menyebut belum ada keputusan final terkait hal itu.

Di sisi lain, aktivitas manufaktur AS pada September hanya menunjukkan perbaikan tipis. Pesanan baru dan perekrutan tenaga kerja tetap lemah, diperburuk oleh dampak tarif impor yang diterapkan secara luas. Situasi tersebut semakin menambah kekhawatiran pasar mengenai ketahanan permintaan energi.

Sementara itu, kawasan Asia yang merupakan konsumen minyak terbesar dunia juga memperlihatkan sinyal pelemahan. Data manufaktur menunjukkan kontraksi di sebagian besar ekonomi besar di kawasan sepanjang September. Tren ini menambah keraguan atas prospek permintaan energi ke depan.

Dari Rusia, pasokan minyak terganggu akibat serangan drone Ukraina terhadap beberapa kilang. Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak menegaskan pasokan domestik masih terkendali, meskipun beberapa wilayah mengalami kelangkaan bahan bakar.

Di sisi ekspor, pengiriman minyak dari tiga pelabuhan utama Rusia naik 25 persen pada September dibanding bulan sebelumnya, karena minyak mentah dialihkan ke pasar luar negeri.

Dari Venezuela, yang masih berada di bawah sanksi Amerika Serikat, ekspor minyak pada September rata-rata mencapai 1,09 juta barel per hari. Angka ini merupakan level tertinggi sejak Februari 2020, berdasarkan catatan data pelayaran dan dokumen perusahaan minyak negara PDVSA.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index